Puisi kacangan ini dibuat secara spontan saat aku duduk termenung di meja kerjaku menatap keluar. Tidak lebih dari 10 menit, aku yang memang di kantor duduk di pinggir dekat jendela, merasa beruntung karena bisa memperhatikan langit dengan seksama setiap kali aku menolehkan kepala ke kiri. Ya, entah langit sedang ceria atau sedang durjana, aku selalu suka mengamati langit dan perubahannya di waktu sore. Kenapa sore? Karena saat sore biasanya pekerjaanku sudah sedikit berkurang. Tapi maaf, foto langit di bawah ini bukan hasil jepretanku sendiri, kameraku tidak cukup bagus untuk mengabadikan indahnya langit yang sedang berancang - ancang berubah sepi. Aku mengambil foto ini dari google tentu saja, aku cari yang sedemikian miripnya dengan suasana saat puisi ini hadir tanpa disadari. Dan ya, memang suasana langit ini erat kaitannya dengan suasana hati, itu mengapa ada sedikit curhat colongan ungkapan hati dibait - bait terakhirnya.
Jika awannya bermuram durja begini
Tak akan ada langit merah menyelimuti
Jika awannya gelap mencekam seperti ini
Juga tak akan ada pemburu sunset
Jika mataharinya ngumpet
Pun takkan tersenyum penggila sunset
Jika yang dinantinya tertutup rapet
Oh Tuhan Sang Maha Pengatur
Sebagian langit cerahku hari ini mundur
Mengalah pada si kelabu yang datang gagah teratur
Menyisakan dingin dan gelap yang kini melebur
Tuhan, bagaimana ada rasa cinta
Jika ia hanya tertawa saat ku bilang suka
Bagaimana pula ada rasa rindu
Jika ia hanya terpaku saat ku tatap syahdu
Tuhan, bagaimana bisa Kau tidak mengamini?
Sedang Engkau pula yang menumbuhkan rasa di hati
Ah Tuhan, bagaimana mungkin Kau tidak menyetujui?
Sedang aku sudah sepenuh hati menggilai
Komentar
Posting Komentar