Langsung ke konten utama

Baby Number One ?


Kalian pernah mendengar quote diatas sebelumnya ?
Saya sering sekali... tepatnya setelah menikah.

Perkenalkan, saya Riska Amaliah seorang wanita yang telah menikah selama 1,5 tahun dan belum dikaruniai buah hati. Saya 26 tahun dan Mas suami 31 tahun. Agak berat menuliskan ini sebenarnya di website pribadi karena menyangkut masalah kesehatan kami berdua. Tetapi pengalaman mengajarkan saya bahwasannya sangat menyenangkan saat kita mencari referensi & menemukannya dari pengalaman nyata oranglain. Persis seperti yang saya lakukan sebelum mengambil keputusan untuk promil. Mencari... mencari... dan mencari referensi RS dan obgyn di dunia maya, juga dari teman & keluarga tentunya. Hingga suatu hari, saya yakin untuk mendatangi dr. Amelia Wahyuni di RSB Kartini, Ciledug.

So, here the stories...

'Mbok ya pergi ke dokter gitu atau ngurut periksa kenapa belum ada (anak) juga sampek sekarang', kata ibu mertuaku saat umur pernikahan kami bahkan belum genap setahun.
'Njeee bu... Nanti aku sama Mas Hari pikirin buat ke dokter (intead of ke tukang urut)', jawabku saat itu.

Sebelum memutuskan untuk mantap ke obgyn melakukan program hamil (promil), saya membekali diri dengan berbagai rekomendasi pengalaman oranglain tentang bagaimana program hamil itu sendiri, RS mana yang bagus untuk melakukan promil, dan dokter mana yang recommended untuk dipercayakan membantu saya & Mas suami melakukan promil ini. Saya banyak membaca tentang hamil di ibuhamil.com, saya bahkan membuat akun disana walau belum pernah sekalian ikut mengomentari hal-hal seputar kehamilan.
Ya, saya silent reader disana. 

Kartu Mencoba Hamil

Atas rekomendasi dari kakak sepupu, saya percayakan dr. Amelia Wahyuni di RSB Kartini Ciledug (Biaya periksa dr Amelia Rp 135,000) untuk membantu saya & Mas suami mendapatkan buah hati (Mohon doanya ya teman-teman supaya promil pertama saya ini berhasil). Jujur saja aku takut nanti kisah kasih masa lalu terulang lagi saya diliputi ketakutan yang amat luar biasa saat memutuskan untuk mengunjungi dokter spesialis kesuburan untuk memeriksakan kondisi saya & Mas suami. Disini pentingnya peran suami, dia menggenggam tangan saya & mengatakan semua akan baik-baik saja -walau saya tau dia sama khawatirnya dengan saya-.

Pertama kali datang di RSB Kartini  saya medaftar terlebih dahulu di meja resepsionis & mendapatkan nomor antrian. Setelah mendapatkan nomor antrian, saya dipanggil untuk dicek tensi darah oleh mahasiswi Akademi Kebidanan Kartini yang sedang bertugas disana, setelahnya saya diminta untuk menunggu lagi untuk dipanggil masuk ke ruang praktik dokter. Saya menunggu agak lumayan lama saat itu karena saya datang di hari sabtu sore.

dr Amelia Wahyuni adalah sosok dokter cantik yang ramah & keibuan. Saya menebak beliau mestilah orang padang dari caranya berbicara. Saya menyukainya sejak awal masuk ke ruangan prakteknya. Dokter Amelia menanyakan :Dokter : Jadi, kenapa kalian kesini ? *sambil tersenyum*
Saya : Saya mau hamil. dok. *menjawab sambil cengengesan*
Dokter : Sudah berapa lama menikah memangnya ? Santai dulu sajalah, dari tampangnya (saya & suami) masih muda. 
Lalu saya menjelaskan semuanya tanpa diminta termasuk kondisi datang bulan saya yang seringnya tidak teratur sejak sebelum menikah.

Dokter Amelia dibantu seorang asisten (mahasiswi Akbid Kartini) menyuruh saya berbaring untuk melakukan USG pada perut saya. Asisten tersebut mengoleskan gel pada daerah sekitar perut saya untuk kemudian dokter Amelia menggunakan sebuah alat yang ditempelkan di perut saya untuk melihat kondisi rahim saya (yang terpampang di layar monitor).

Dokter: 'Bersih kok, bagus. Nggak ada kista, miom atau apapun'

Begitu tanggapan pertama dokter usai melakukan USG pada perut saya. Refleks saya langsung menghela nafas & mengucap alhamdulillah.
Alhamdulillah... Karena rahim saya ternyata bersih & subur.
Alhamdulillah... Karena tubuh saya tidak mengalami suatu penyakit berbahaya

Selesai diperiksa dokter Amelia mendiagnosa bahwa saya hanya mengalami masalah hormonal (dilihat dari riwayat haid saya yang seringnya tidak teratur). Dokter lalu memberi saya obat Incalin & Lycoxy, Inlacin diminum di siang hari & Lycoxy diminum di malam hari, keduanya diminum setelah makan (Untuk harga obat-obatan silahkan googling sendiri ya, harganya berbeda-beda antar apotek). Dokter mengatakan kedua obat itu merupakan obat untuk memperbaiki hormon saya. Dokter juga memberikan surat pengantuk pada Mas suami untuk melakukan Sperm Test di RS Ibu dan Anak Muhammadiyah Taman Puring (Biaya test sperma disini Rp 355,000).

Dua minggu setelahnya barulah Mas suami mendatangi RSIA Muhammadiyah Taman Puring untuk melakukan test sperma. Mas suami dijadwalkan test pada senin siang, saya tidak ikut karena Mas suami tidak mengijinkan. Mas suami bercerita, bahwa proses pengambilan sperma yang ia lakukan berlangsung selama 30 minutes. Disana disediakan DVD & blue film untuk membantu lancarnya proses ini, kamar tempat 'eksekusi' juga besih & nyaman, didalamnya disediakan toilet yang juga bersih & nyaman. Saya iseng bertanya sama Pak suami, 'Kenapa lama banget sampai setengah jam? Kamu tidur didalem?' yang dijawab dengan ketawa ngakak Mas suami. Usut punya usut, ternyata blue film yang disediakan disana beralur lambat dan remote DVD pun sudah rusak jadi terpaksa suami mengeluarkan 'koleksi pribadi' dilaptopnya sendiri (Iya, Mas suami bawa laptop sendiri untuk mencegah hal-hal kayak gini). Hasil test sperma sendiri tidak langsung keluar saat itu, melainkan harus menunggu kurang lebih 2-3 hari. Jujur saja, saya sangat deg-degan menunggu hasil test sperma Mas suami keluar mengingat saya tau Mas suami seorang perokok aktif. 

Saya ingat, malam hari dirumah sepulang kerja Mas suami memberi tau kalau hasil testnya sudah diambil. Diserahkan selembar kertas hasil testnya pada saya dengan raut agak murung. Saya punya firasat buruk melihatnya. Oligoasthenoteratozoospermia tertulis disana sebagai kesimpulan hasilnya. Silahkan googling kalau penasaran apa itu Oligoasthenoteratozoospermia. Singkat cerita, 2 hari setelah hasil test sperma Mas suami kami terima, kami kembali lagi ke dokter Amelia. Saya sudah menebak, bahwa ini pertanda kurang baik. Dokter Amelia lalu meresepkan banyak sekali obat-obatan untuk diminum Mas suami sehari 2x, sekali minum ada 3 macam obat: CoEnzyme Q10, Biosan dan Bio ATP. Biosan yang paling mahal diantara ketiganya. Dokter juga meminta suami untuk berhenti merokok dan perbanyak makan sayur dan buah. Tidak ada larangan makanan atau apapun dari dokter untuk saya & Mas suami. Kami hanya diminta untuk meminum obat itu rutin selama 6 bulan (Agustus 2017 - Januari 2018). Saat ini sudah 2 bulan kami minum obat sesuai anjuran dokter. Pada akhirnya kami juga melakukan 'urut kehamilan' 2 minggu yang lalu atas anjuran dari sepupu kami.

Satu hal yang kadang saya sesalkan:
Why people can be so unrelenting and naive about our struggle with infertility? They never stop asking questions like,
“When are you having kids?”
“You just need to relax, and it’ll happen!”
“Have you tried tracking your cycle?” etc

*menghelanafas*

Ketahuilah teman - teman sungguh kami tau batas antara sungguh - sungguh bertanya atau sekedar K.E.P.O itu sangat tipis, jadi daripada bertanya hal yang kalian tau belum terjadi, lebih baik mendoakan saja. :)

Komentar